Headlines News :
Home » » Evaluasi Kinerja Guru Bersertifikasi

Evaluasi Kinerja Guru Bersertifikasi

Written By Aajum on Saturday, June 30, 2012 | 6:39 AM


Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas menyatakan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga professional berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Profesionalisme guru di Indonesia pada era globalisasi ini sepertinya masih sulit untuk dicapai.
Zulkifli Agus (2011) mengatakan bahwa masih banyak guru kendatipun sudah mengantongi sertifikat profesi, belum memahami benar posisinya sebagai tenaga profesional (Suara Merdeka, 27 Desember 2011; 7 ).  Evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Bojonegoro menemukan 15 guru dari jumlah 3.940 guru SD, SMP, dan SMA/SMK negeri yang bekerja seenaknya meskipun sudah bersertifikasi (http://edukasi.kompas.com-/read/2010/09/27/13280425/, diakses, 26 Pebruari 2012). Walau-pun demikian Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tetap berusaha keras mentargetkan seluruh guru sudah harus bersertifikasi profesi pendidik pada tahun 2015 ( Majalah Guru, 2011; 28).
 Adanya permasalahan tersebut menunjukan bahwa kebijakan sertifikasi guru memiliki derajat penerimaan dan tingkat keterlaksanaan yang relatif rendah dikalangan guru sebagai sasaran kebijakan. Dan disisi lain  timbul permasalahan  dikarenakan kebijakan sertifikasi guru tidak langsung bersangkut paut dengan kebermaknaan hidup bangsa masa depan (Kompas, 4 Januari 2012; 7). Kebijakan sertifikasi itu sendiri merupakan instrumen kebijakan pemerintah yang tidak terlepas dari keterkaitan politik yang pada prakteknya masih menggunakan prinsip-prinsip old public administration (OPA) yang lebih menekankan pada  proses administrasi dalam kegiatan pemerintahan itu hanya dapat menjadi efesien, rutin, dan nonpartisan bila cara kerja organisasi pemerintahan itu dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai cara kerja sebuah mesin (Morgan, 1986; 2).
Karakteristik di atas masih melekat pada lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia pada umumnya, demikian juga pada kebijakan sertifikasi guru. Dimana guru yang bersertifikasi harus memenuhi standar yang telah diamanatkan undang-uandang nomor 14 tahun 2005 dan peraturan pemerintah nomor 74 tahun 2008 yang pada awal pelaksanaannya membuat kontroversi dan membuat resah kalangan guru, bahkan sampai sekarang masih terjadi masalah dalam tunjangan profesi (Kompas, 21 Januari 2011; 12).
Kebijakan sertifikasi guru pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki kinerja guru agar menjadi tenaga pendidik yang profesional dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sertifikasi memiliki kekuatan hukum dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dibahas dalam pasal 8 yang menegaskan kewajiban sertifikasi “ Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional”. Kebijakan sertifikasi bagi Guru dan Dosen memang suatu langkah yang strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Secara formal, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik S-1 (strata satu) atau D-4 (diploma empat) dalam bidang yang relevan dengan mata pelajaran yang diampunya dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Sertifikasi guru bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pemebelajaran (3) meningkatkan kesejahteraan guru, serta (4) meningkatkan martabat guru, dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Dengan tujuan sertifikasi tersebut kompetensi profesional guru seharusnya dapat memberikan kontribusinya dalam mendukung terciptanya kinerja guru yang baik. Karena kinerja guru sangat penting bagi kepentingan pribadi guru itu sendiri maupun unit kerja atau organisasinya.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan sertifikasi guru dan menyelenggarakannya sejak tahun 2007 hingga sekarang dan akan berlanjut sampai tahun 2015 untuk perbaikan mutu pendidikan dan kebijakan ini didasarkan pada beberapa permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan khususnya yang berkaitan dengan guru. Banyak hal yang menarik dalam implementasi kebijakan sertifikasi guru untuk dievaluasi. Dilihat dari mutu pendidikan, pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) sebagai tolok ukur terhadap perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua  negara di dunia. Human Development Index (HDI), 2 Nopember 2011 menyatakan bahwa Indonesia berada pada posisi 124 dari 187 negara dan HDI bidang pendidikan, Indonesia masih menunjukan hasil yang belum menggembirakan menduduki ranking 119 dari 187 negara, sedangkan di Asia Pasifik, Indonesia no 12 dari 21 negara dengan menduduki index  0.584
Pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia agar mampu berdaya saing International, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan melahirkan visi pembangunan, yaitu Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (insan kamil/insan paripurna) 2025 dengan menerapkan Rencana Strategis, 2005-2010 bertemakan Peningkatan kapasitas dan Moderniasasi, periode pembangunan 2010-2015 bertemakan Penguatan Pelayanan, 2015-2010  Daya Saing Regional, dan 2020-2025 Daya Saing International.
Namun demikian pendidikan yang baik dan unggul, tetap akan tergantung pada mutu yang tercermin dalam profesionalisme dan kompetensi guru. Berdasarkan data UNESCO dalam laporan the International Commision on Education for Twenty-first Century menegaskan bahwa:”memperbaiki mutu pendidikan pertama-tama tergantung perbaikan perekrutan, pelatihan, status sosial, dan kondisi kerja pada guru, mereka membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan, karakter personal, prospek professional, dan motivasi yang tepat jika ingin memenuhi harapan stakeholder pendidikan”(Delor, 1996).
Belum adanya pengukuran terhadap kinerja guru yang bersertifikasi sebagai Evaluasi Diri Sekolah (EDS) juga menjadi kendala yang segera harus diimplementasikan. Karena program EDS setidaknya mengambarkan data-data mendasar tentang 8 standar nasional sehingga guru yang sudah bersertifikasi pendidik hendaknya menjadi contoh bagi guru yang lain  dan implikasi terhadap penilaian kinerja guru bersertifikasi bisa saja berupa penundaan atau penghentian pemberian tunjangan profesi yang hal ini belum ditetapkan dalam regulasi.
Supardan (2010) mengatakan bahwa guru harus mempertanggungjawankan empat kompetensi secara profesional sehingga tunjangan tersebut tidak mubah dan guru yang tidak memenuhi standar, bukan tidak mungkin juga akan diberhentikan.
Terlepas dari probelamtika seputar implementasi kebijakan sertifikasi guru ini, pada dasarnya implementasi kebijakan ini harus dilakukan dalam konteks organisasi yang menyeluruh dengan tujuan dan target yang jelas, prioritas yang jelas serta sumber daya pendukung yang jelas, dilakukan upaya sistematis, sinergis dan berkesinambungan yang dapat menjamin bahwa setiap guru tetap professional sesuai standar serta mendapat pengakuan dari international.

Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. INTISARI QUR'AN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger