Pendahuluan
Sistem
pendidikan di Indonesia yang tidak menentu, bukan hanya membuat bingung
masyarakat, guru maupun anak didik, tetapi juga penyelenggara pendidikan itu
sendiri.
Memang tidak
dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan itu tidak terlepas dari birokrasi politik, tetapi kalau kekeluasaan pendidikan itu
terlalu banyak campur tangan politik,
maka independent pendidikan menjadi kaku dan
lebih melayani kepentingan birokrat sendiri daripada melayani rakyat, dan mereka lebih
“takut” kepada atasan daripada kepada “pemberi amanat” untuk menjalankan
fungsi-fungsi di birokrasi.
Kinerja
tenaga kependidikan di lingkungan pemerintah daerah masih banyak dijumpai yang
mengecewakan stakeholder, dikarenakan masih lemahnya kualitas pelayanan yang
mereka lakukan. Keadaan ini dikarenakan struktur/sistem birokrasi yang
dikembangkan masih birokratis, tidak efesien dan menempatkan orang bukan karena
profesionalisme tetapi karena kedekatannya dengan pejabat,pemimpin yang
seharusnya melayani, melainkan harus dilayani, budaya kerja yang selama ini
berkembang dilayani bukan melayani,
hubungan antara pejabat dengan staff lebih menonjolkan atasan dengan
bawahan, bukan sebagai kolega atau teman seperjuangan, sehingga mereka yang
harus dilayani dengan berbagai fasilitas yang ada. Tidak jarang pejabat yang
menempatkan dirinya seolah-olah sebagai majikan yang memiliki kekuasaan yang
semaunya sendiri dalam memberikan perintah terhadap bawahan. Peran terahadap
tenaga kependidikanpun hanya sekedar administratife hanya sekedar menjalankan
tugas tanpa memperhatikan visi dan misi dan orientasi untuk memperbaiki mutu
dan peningkatan pendidikan. Kondisi semacam
ini menjadikan sulit untuk melakukan reformsi, karena lebih menekankan
pada kinerja yang rutinitas semata
Strategi Pemerintah
Melihat
kondisi dewasa ini, maka pemerintah
Indonesia berupaya untuk meningkatkan reformasi pendidikan dengan serius.
Keseriusan ini dapat dilihat dari rencana strategis yang telah ditetapkan
Departemen Pendidikan dengan melahirkan visi pembangunan, yaitu Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/ Insan
Paripurna) 2025 dengan menerapkan Rencana Strategis, 2005–2010 bertemakan
Peningkatan Kapasitas dan Modernisasi , Periode pembangunan 2010-2015
bertemakan Penguatan Pelayanan, 2015-2020: Daya Saing Regional, dan 2020-2025
Daya Saing Internasional (Rencana
Strategis Kemendiknas )
Reformasi Birokrasi Pendidikan
Reformasi birokrasi pendidikan dilaksanakan berdasarkan
program Kemendiknas dalam rangka meningkatkan profesionlisme aparatur Negara
dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penataan kelembagaan,
ketatalaksanaan, sumberdaya manusia, dan peraturan perundang-undangan. Selain
itu reformasi birokrasi internal (RBI) juga dilakukan untuk memberikan
pelayanan yang baik bagi para pemangku kepentingan (steakholder). Kebijakan ini
dilakukan agar reformasi birokrasi dapat dirasakan manfaatnya secara langsung
oleh masyarakat luas. Ada tiga ruh besar yang harus melekat dalam pelaksanaan
RBI, menurut Menddiknas, yaitu ruh efesiensi, ruh transparansi, dan ruh
akuntabilitas.
Reformasi
birokrasi di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional sejak tahun 2007
diuperkuat melalui reformasi organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia
dalam satuan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan
sistem pembelajaran Reformasi birokrasi dalam instansi merupakan amanat kontrak
kinerja menteri yang mengacu pada Permenpan no 15 tahun 2008.
Mengapa hal
ini bisa terjadi?
Keadaan
birokrasi pendidikan Indonesia dewasa ini setidaknya ada 5 (lima) aspek yang harus kita tinjau
kembali:
1.
Aspek struktur
Selama ini
sistem yang dikembangkan sangat birokratis, tidak efesien dan menempatkan
personil tidak dalam posisinya yang profesional, tetapi karena kedekatan dengan
pejabat.kemudian lebih mengutamakan proyek bukan suatu layanan, sehingga tidak
mempertimbangkan efesiensi dan efektifitas.
2. Aspek kultur/budaya
Budaya yang berkembang orientasnya bukan melayani
tetapi dilayani. Hal ini menjadikan kultur sulit dirubah, karena ada unsur yang
dipaksakan atau sikap yang menonjolkan pekewuh pada diri seseorang. Apalagi
ketika pejabat tersebut pernah berjasa dalam kehidupannya sehingga akan
menimbulkan ketidakprofesionalannya dalam berkerja.
3. Aspek figur/pemimpin
Masih banyak dijumpai seorang pimpinan yang
diangkat bukan berdasarkan profesionalisme tetpi karena kedekatannya dengan
seorang pejabat, sehingga mau tidak mau dalam segala kebijakannya harus
mendukung atau menurut terhadap atasannya atau pejabat tersebut karena ada
unsur semacam balas jasa.
4. Aspek hubungan
Hubungan antar pejabat dengan staff adalah
hubungan atasan dengan bawahan bukan kolega atau teman seperjuangan. Pejabat
menempatkan diri sebagai majikan yang memiliki kekuasaan yang kebal hukum
seolah-solah tidak pernah melakukan kesalahan yang tidak ada cela, sehingga
harus senantiasa dipatuhi segala perintahnya.
5. Aspek peran
Peran yang diamanatkan dalam dunia pendidikan pun
masih hanya sekedar administrasi belaka dalam arti sempit, sekedar menjalankan
tugasnya tanpa visi, misi dan orientasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu
pendidikan. Akibatnya sulit un tuk melakukan transformasi pendidikan karena
segalanya sekedar rutinitas kerja belaka.
Bagaimana memperbaikinya?
Untuk
memperbaikinya, perlu dilakukan reformasi birokrasi pendidikan. Beberapa aspek
yang perlu direformasi yaitu :
1.
Reformasi motivasi : dari asal kerja menjadi ibadah dan
amanah.
2.
Reformasi pemimpin : dari pejabat menjadi kaum
profesional.
3.
Reformasi paradigma : dari dilayani menjadi melayani.
4.
Reformasi pengelolaan : dari birokrasi menjadi
profesional.
5.
Reformasi hasil kerja : dari asal selesai menjadi
orientasi mutu.
6.
Reformasi pelayanan : dari dipersulit menjadi
dipermudah dan memuaskan.
7.
Reformasi cara kerja : dari lambat menjadi disiplin,
cepat dan segera.
8.
Reformasi budaya kerja : dari bersaing negatif menjadi persaingan positif dan sinergis.
9.
Reformasi pelaporan : dari semu menjadi jujur,
transparan dan akuntabel.
10. Reformasi
tampilan : dari tidak ramah menjadi ramah dan menyenangkan.
Akhirnya hakikat
administrasi pendidikan sebagai tata kelola yang amanah (a good educational
governance) dapat berjalan. Kinerja yang dikategorikan Good Governance dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip berikut :
1. Akuntabilitas (accountability) : kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/pimpinan atau suatu unit organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau berwenang meminta pertanggugjawaban. Meliputi akuntabilitas publik, politik, keuangan, hukum, dan sebagainya.
2.
Transparansi
(transparancy) : Transparansi sama dengan polos, apa adanya, tidak
bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang
dikerjakan. Pengembangan transparansi ditujukan untuk membangun kepercayaan dan
keyakinan publik sebagai organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan
berwibawa.
3.
Keterbukaan
(openess) : pemberian informasi secara terbuka, terbuka untuk open free
suggestion, dan terbuka terhadap kritik sebagai partisipasi untuk perbaikan. Kebijakan
yang diambil melalui proses ini sehingga dapat dihasilkan kebijakan yang
produktif, positif dan motivatif.
4.
Aturan Hukum
(Rule of Law) : keputusan, kebijakan dilakukan berdasar hukum (peraturan
yang sah). Juga terdapat jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
5.
Fairness
(keadilan) : adanya jaminan perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan
kepada masyarakat dalam pelayanan publik dan tidak ada perlakukan yang
melanggar HAM.
6.
Partisipasi
(partisipation) : setiap warga negara berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan
berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
7.
Responsif : responsif
dan cepat tanggap terhadap aspirasi masyarakat.
8.
Berorientasi
kesepakatan (consessus orientation) : perantara kepentingan yang berbeda
untuk mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas dalam hal
kebijakan maupun prosedur kerja.
9.
Efektif dan
efisien : menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia dengan hasilnya yang sebaik mungkin.
10. Visi strategis (Strategic vision) : mempunyai
perspektif good governance dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan
jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.
Penutup
Pendidikan
layak untuk diperhatikan dengan memperbaiki kualitas layanannya, karena
pendidikan merupakan instrument kebijakan politik pemerintah yang tidak
terlepas dari keterkaitan antara politik dengan pendidikan, dan adanya
kelambanan pelayanan publik di bidang pendidikan sehingga terjadi kelambanan
praktik pelayanan pendidikan sampai pada tingkat satuan pendidikan(sekolah).
Sekolah-sekolah
saat ini dalam keadaan terkungkung oleh birokrasi dari pusat maupun daerah,
sehingga dalam pengambilan kebijakan tidak leluasa, bahkan terkesan melahirkan
kebijakan-kebijakan yang sudah dipesan birokrasi. Sehingga keadaan ini semakin
memperburuk citra sekolah itu sendiri di era desentralisasi ini. Sekolah yang
seharusnya lebih memahami dalam pelayanan pendidikan menjadi tertekan tatkala
mengembangkan managemen berbasis sekolahnya
Maka
reformasi birokrasi perlu dilakukan
dengan mengedepankan aspek-aspek penanaman motivasi yang bernuansa
ibadah,kepemimpian yang professional, budaya kerja yang baik, menghasilkan
output yang sesuai tujuan, mengedepankan pelayanan yang memuaskan, mengadakan
pelaporan dengan berjangka dan berkesinambunga,serta mengevaluasi.
Apabila
reformasi ini dijalankan, maka akan tercermin dari rasa tanggung jawab dalam
setiap kinerjanya,timbulnya transparansi, lahirnya keadilan, menjalin
keharmoniasan, merasa aman dan nyaman karena dipayungi hukum yang sama,
tertanam jiwa ikut partisapasi, adanya kejelasan hukum, efektifitas dan
efesiensi serta mengedepan visi dan misinya.
Daftar Pustaka
Badjuri,
Abdulkahar dan T.Yuwono, 2002, Kebijakan Publik, Konsep dan Strategi,
Universitas
Danim, Sudarwan,
2000, Pengantar Studi penelitian Kebijakan, Bumi Aksara, Jakarta.
Pustaka
Depdiknas,
Jakarta.
Diponegoro ,
Semarang.
Dunn, William N
, 2003 Pengantar Analisa Kebijakan Publik II. Gadjah Mada University
Press,
Dwijowijoto,
Ryant Nugroho, 2003, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,
Erwan Agus
Purwanto, Ph.D dan Wahyudi Kumorotomo, MPP (Eds.), 2005, Birokrasi Publik
dalam Sistem Politik Semi Parlementer, Penerbit Gava Media, Yogyakarta.
Giddens,
Anthony, 2004, Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial, Penerbit Pedati,
Pasuruan.
Howlett, Michael
and M. Ramesh, 1995, Studying Public Policy :Policy Cycle and Policy
Huntington,
Samuel P., The Third Wave: Democratization In The Late Twentieth Century,
University of Oklahoma Press, 1991, (Diindonesiakan dalam Gelombang
Demokratisasi Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, 1997).
Imron, Ali,
2002, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.
Jones, Charles
O., 1991, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy), Penerbit
Rajawali Press, Jakarta.
Juliantara,
Dadang, 2004, Pembaruan Kabupaten, Penerbit, Pembaruan, Jogyakarta.
Keban, Yeremias,
T, 2004, Enam Dimensi Strategis Admistrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu,
Kebijaksanaan
Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Kismartini, dkk,
2005, Analisis Kebijakan Publik (Buku Materi Pokok UT), Penerbit UT,
Kompetensi Guru
Kuswandoro,
Wawan E., (Ed.), 2006, Revitalisasi Pembangunan Pendidikan Kota Probolinggo,
Dewan Pendidikan Kota Probolinggo.
Miftah Thoha,
Prof. Dr., MPA., 2004, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawaliu
Press, Jakarta.
Naihasy,
Syahrin, 2006, Kebijakan Publik, Menggapai Masyarakat Madani, PT Mida
Pustaka,
Nasional.
Osborne, David
dan Peter Plastrik, 2004, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha, Penerbit PPM.
Osborne, David
dan Ted Gaebler, 2005, Mewirausahakan Birokrasi, Reinventing
Government, Penerbit PPM.
Penerbit Gava
media, Yogyakarta.
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Setia, Bandung.
Sirozi, M.,
Ph.D, 2005, Politik Pendidikan, Dinamika Hubungan antara Kepentingan
Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, Penerbit PT. Rajagrafindo
Persada.
Subarsono, AG,
2005, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka
Pelajar,
Subsystem,
Oxford University Press, Canada.
Thut, I dan Don
Adams, Pola-Pola Pendidikan Dalam Masyarakat Kontemporer, terj., (judul asli:
Educational Patterns in Contemporary Societies), Pustaka Pelajar, 2005.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Wahab, Solichin
Abdul, 1997, Analisa Kebijakan : Dari Formulasi ke Implementasi
Winarno, Budi,
2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo. Yogyakarta.
+ komentar + 1 komentar
ini dia yang saya cari, trimakasih pak, sangat membantu tugas saya
Post a Comment