Headlines News :
Home » » Reformasi Birokrasi Pendidikan

Reformasi Birokrasi Pendidikan

Written By Aajum on Tuesday, February 28, 2012 | 11:07 AM

 
Pendahuluan
Sistem pendidikan di Indonesia yang tidak menentu, bukan hanya membuat bingung masyarakat, guru maupun anak didik, tetapi juga penyelenggara pendidikan itu sendiri.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pendidikan itu tidak terlepas dari birokrasi politik,  tetapi kalau kekeluasaan pendidikan itu terlalu banyak campur tangan  politik, maka independent pendidikan menjadi kaku dan  lebih melayani kepentingan birokrat sendiri  daripada melayani rakyat, dan mereka lebih “takut” kepada atasan daripada kepada “pemberi amanat” untuk menjalankan fungsi-fungsi di birokrasi.
Kinerja tenaga kependidikan di lingkungan pemerintah daerah masih banyak dijumpai yang mengecewakan stakeholder, dikarenakan masih lemahnya kualitas pelayanan yang mereka lakukan. Keadaan ini dikarenakan struktur/sistem birokrasi yang dikembangkan masih birokratis, tidak efesien dan menempatkan orang bukan karena profesionalisme tetapi karena kedekatannya dengan pejabat,pemimpin yang seharusnya melayani, melainkan harus dilayani, budaya kerja yang selama ini berkembang dilayani bukan melayani,  hubungan antara pejabat dengan staff lebih menonjolkan atasan dengan bawahan, bukan sebagai kolega atau teman seperjuangan, sehingga mereka yang harus dilayani dengan berbagai fasilitas yang ada. Tidak jarang pejabat yang menempatkan dirinya seolah-olah sebagai majikan yang memiliki kekuasaan yang semaunya sendiri dalam memberikan perintah terhadap bawahan. Peran terahadap tenaga kependidikanpun hanya sekedar administratife hanya sekedar menjalankan tugas tanpa memperhatikan visi dan misi dan orientasi untuk memperbaiki mutu dan peningkatan pendidikan. Kondisi semacam  ini menjadikan sulit untuk melakukan reformsi, karena lebih menekankan pada kinerja yang rutinitas semata

Strategi Pemerintah
Melihat kondisi dewasa ini, maka  pemerintah Indonesia berupaya untuk meningkatkan reformasi pendidikan dengan serius. Keseriusan ini dapat dilihat dari rencana strategis yang telah ditetapkan Departemen Pendidikan dengan melahirkan visi pembangunan, yaitu Insan Indonesia  Cerdas dan Kompetitif (Insan Kamil/ Insan Paripurna) 2025 dengan menerapkan Rencana Strategis, 2005–2010 bertemakan Peningkatan Kapasitas dan Modernisasi , Periode pembangunan 2010-2015 bertemakan Penguatan Pelayanan, 2015-2020: Daya Saing Regional, dan 2020-2025 Daya Saing Internasional (Rencana Strategis Kemendiknas )

Reformasi Birokrasi Pendidikan
Reformasi birokrasi pendidikan dilaksanakan berdasarkan program Kemendiknas dalam rangka meningkatkan profesionlisme aparatur Negara dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui penataan kelembagaan, ketatalaksanaan, sumberdaya manusia, dan peraturan perundang-undangan. Selain itu reformasi birokrasi internal (RBI) juga dilakukan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi para pemangku kepentingan (steakholder). Kebijakan ini dilakukan agar reformasi birokrasi dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Ada tiga ruh besar yang harus melekat dalam pelaksanaan RBI, menurut Menddiknas, yaitu ruh efesiensi, ruh transparansi, dan ruh akuntabilitas.
Reformasi birokrasi di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional sejak tahun 2007 diuperkuat melalui reformasi organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia dalam satuan pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan, peserta didik, dan sistem pembelajaran Reformasi birokrasi dalam instansi merupakan amanat kontrak kinerja menteri yang mengacu pada Permenpan no 15 tahun 2008.

Mengapa hal ini bisa terjadi?
Keadaan birokrasi pendidikan Indonesia dewasa ini setidaknya ada  5 (lima) aspek yang harus kita tinjau kembali:
1.      Aspek struktur
Selama ini sistem yang dikembangkan sangat birokratis, tidak efesien dan menempatkan personil tidak dalam posisinya yang profesional, tetapi karena kedekatan dengan pejabat.kemudian lebih mengutamakan proyek bukan suatu layanan, sehingga tidak mempertimbangkan efesiensi dan efektifitas.
2.      Aspek kultur/budaya
Budaya yang berkembang orientasnya bukan melayani tetapi dilayani. Hal ini menjadikan kultur sulit dirubah, karena ada unsur yang dipaksakan atau sikap yang menonjolkan pekewuh pada diri seseorang. Apalagi ketika pejabat tersebut pernah berjasa dalam kehidupannya sehingga akan menimbulkan ketidakprofesionalannya dalam berkerja.
3.      Aspek figur/pemimpin
Masih banyak dijumpai seorang pimpinan yang diangkat bukan berdasarkan profesionalisme tetpi karena kedekatannya dengan seorang pejabat, sehingga mau tidak mau dalam segala kebijakannya harus mendukung atau menurut terhadap atasannya atau pejabat tersebut karena ada unsur semacam balas jasa.
4.      Aspek hubungan
Hubungan antar pejabat dengan staff adalah hubungan atasan dengan bawahan bukan kolega atau teman seperjuangan. Pejabat menempatkan diri sebagai majikan yang memiliki kekuasaan yang kebal hukum seolah-solah tidak pernah melakukan kesalahan yang tidak ada cela, sehingga harus senantiasa dipatuhi segala perintahnya.
5.      Aspek peran
Peran yang diamanatkan dalam dunia pendidikan pun masih hanya sekedar administrasi belaka dalam arti sempit, sekedar menjalankan tugasnya tanpa visi, misi dan orientasi untuk perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan. Akibatnya sulit un tuk melakukan transformasi pendidikan karena segalanya sekedar rutinitas kerja belaka.

Bagaimana memperbaikinya?
Untuk memperbaikinya, perlu dilakukan reformasi birokrasi pendidikan. Beberapa aspek yang perlu direformasi yaitu :
1.      Reformasi motivasi : dari asal kerja menjadi ibadah dan amanah.
2.      Reformasi pemimpin : dari pejabat menjadi kaum profesional.
3.      Reformasi paradigma : dari dilayani menjadi melayani.
4.      Reformasi pengelolaan : dari birokrasi menjadi profesional.
5.      Reformasi hasil kerja : dari asal selesai menjadi orientasi mutu.
6.      Reformasi pelayanan : dari dipersulit menjadi dipermudah dan memuaskan.
7.      Reformasi cara kerja : dari lambat menjadi disiplin, cepat dan segera.
8.      Reformasi budaya kerja : dari bersaing negatif menjadi persaingan positif dan sinergis.
9.      Reformasi pelaporan : dari semu menjadi jujur, transparan dan akuntabel.
10.  Reformasi tampilan : dari tidak ramah menjadi ramah dan menyenangkan.

Akhirnya hakikat administrasi pendidikan sebagai tata kelola yang amanah (a good educational governance) dapat berjalan. Kinerja yang dikategorikan Good Governance dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip berikut :
1.      Akuntabilitas (accountability) : kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan atau suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berwenang meminta pertanggugjawaban. Meliputi akuntabilitas publik, politik, keuangan, hukum, dan sebagainya.
2.      Transparansi (transparancy) : Transparansi sama dengan polos, apa adanya, tidak bohong, tidak curang, jujur, dan terbuka terhadap publik tentang apa yang dikerjakan. Pengembangan transparansi ditujukan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan publik sebagai organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa.
3.      Keterbukaan (openess) : pemberian informasi secara terbuka, terbuka untuk open free suggestion, dan terbuka terhadap kritik sebagai partisipasi untuk perbaikan. Kebijakan yang diambil melalui proses ini sehingga dapat dihasilkan kebijakan yang produktif, positif dan motivatif.
4.      Aturan Hukum (Rule of Law) : keputusan, kebijakan dilakukan berdasar hukum (peraturan yang sah). Juga terdapat jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
5.      Fairness (keadilan) : adanya jaminan perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan kepada masyarakat dalam pelayanan publik dan tidak ada perlakukan yang melanggar HAM.
6.      Partisipasi (partisipation) : setiap warga negara berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
7.      Responsif : responsif dan cepat tanggap terhadap aspirasi masyarakat.
8.      Berorientasi kesepakatan (consessus orientation) : perantara kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas dalam hal kebijakan maupun prosedur kerja.
9.      Efektif dan efisien : menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia dengan hasilnya yang sebaik mungkin.
10.  Visi strategis (Strategic vision) : mempunyai perspektif good governance dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.

Penutup
Pendidikan layak untuk diperhatikan dengan memperbaiki kualitas layanannya, karena pendidikan merupakan instrument kebijakan politik pemerintah yang tidak terlepas dari keterkaitan antara politik dengan pendidikan, dan adanya kelambanan pelayanan publik di bidang pendidikan sehingga terjadi kelambanan praktik pelayanan pendidikan sampai pada tingkat satuan pendidikan(sekolah).
Sekolah-sekolah saat ini dalam keadaan terkungkung oleh birokrasi dari pusat maupun daerah, sehingga dalam pengambilan kebijakan tidak leluasa, bahkan terkesan melahirkan kebijakan-kebijakan yang sudah dipesan birokrasi. Sehingga keadaan ini semakin memperburuk citra sekolah itu sendiri di era desentralisasi ini. Sekolah yang seharusnya lebih memahami dalam pelayanan pendidikan menjadi tertekan tatkala mengembangkan managemen berbasis sekolahnya
Maka reformasi birokrasi  perlu dilakukan dengan mengedepankan aspek-aspek penanaman motivasi yang bernuansa ibadah,kepemimpian yang professional, budaya kerja yang baik, menghasilkan output yang sesuai tujuan, mengedepankan pelayanan yang memuaskan, mengadakan pelaporan dengan berjangka dan berkesinambunga,serta mengevaluasi.
Apabila reformasi ini dijalankan, maka akan tercermin dari rasa tanggung jawab dalam setiap kinerjanya,timbulnya transparansi, lahirnya keadilan, menjalin keharmoniasan, merasa aman dan nyaman karena dipayungi hukum yang sama, tertanam jiwa ikut partisapasi, adanya kejelasan hukum, efektifitas dan efesiensi serta mengedepan visi dan misinya.

Daftar Pustaka

Badjuri, Abdulkahar dan T.Yuwono, 2002, Kebijakan Publik, Konsep dan Strategi, Universitas
Danim, Sudarwan, 2000, Pengantar Studi penelitian Kebijakan, Bumi Aksara, Jakarta. Pustaka
Depdiknas, Jakarta.
Diponegoro , Semarang.
Dunn, William N , 2003 Pengantar Analisa Kebijakan Publik II. Gadjah Mada University Press,
Dwijowijoto, Ryant Nugroho, 2003, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,
Erwan Agus Purwanto, Ph.D dan Wahyudi Kumorotomo, MPP (Eds.), 2005, Birokrasi Publik dalam Sistem Politik Semi Parlementer, Penerbit Gava Media, Yogyakarta.
Giddens, Anthony, 2004, Teori Strukturasi Untuk Analisis Sosial, Penerbit Pedati, Pasuruan.
Howlett, Michael and M. Ramesh, 1995, Studying Public Policy :Policy Cycle and Policy
Huntington, Samuel P., The Third Wave: Democratization In The Late Twentieth Century, University of Oklahoma Press, 1991, (Diindonesiakan dalam Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Utama Grafiti, 1997).
Imron, Ali, 2002, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta.
Jones, Charles O., 1991, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy), Penerbit Rajawali Press, Jakarta.
Juliantara, Dadang, 2004, Pembaruan Kabupaten, Penerbit, Pembaruan, Jogyakarta.
Keban, Yeremias, T, 2004, Enam Dimensi Strategis Admistrasi Publik: Konsep, Teori dan Isu,
Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Kismartini, dkk, 2005, Analisis Kebijakan Publik (Buku Materi Pokok UT), Penerbit UT,
Kompetensi Guru
Kuswandoro, Wawan E., (Ed.), 2006, Revitalisasi Pembangunan Pendidikan Kota Probolinggo, Dewan Pendidikan Kota Probolinggo.
Miftah Thoha, Prof. Dr., MPA., 2004, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawaliu Press, Jakarta.
Naihasy, Syahrin, 2006, Kebijakan Publik, Menggapai Masyarakat Madani, PT Mida Pustaka,
Nasional.
Osborne, David dan Peter Plastrik, 2004, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, Penerbit PPM.
Osborne, David dan Ted Gaebler, 2005, Mewirausahakan Birokrasi, Reinventing Government, Penerbit PPM.
Penerbit Gava media, Yogyakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Setia, Bandung.
Sirozi, M., Ph.D, 2005, Politik Pendidikan, Dinamika Hubungan antara Kepentingan Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, Penerbit PT. Rajagrafindo Persada.
Subarsono, AG, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar,
Subsystem, Oxford University Press, Canada.
Thut, I dan Don Adams, Pola-Pola Pendidikan Dalam Masyarakat Kontemporer, terj., (judul asli: Educational Patterns in Contemporary Societies), Pustaka Pelajar, 2005.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Wahab, Solichin Abdul, 1997, Analisa Kebijakan : Dari Formulasi ke Implementasi
Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo. Yogyakarta.
Share this post :

+ komentar + 1 komentar

March 21, 2012 at 8:48 PM

ini dia yang saya cari, trimakasih pak, sangat membantu tugas saya

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. INTISARI QUR'AN - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger