A. Al Qur’an
1.Pengertian Al Qur’an
Menurut Bahasa:
a.
Yang dibaca
b.
Bacaan
Menurut Istilah:
a.
Al-qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
b.
Al-qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi saw melalui perantaraan Malaikat Jibril dengan berbahasa
Arab, sebagai pedoman hidup manusia dan membacanya merupakan ibadah
2.Kedudukan Al Qur’an
a.
Sebagai
sumber hukum Islam yang pertama dan utama
b.
Sebagai tali Allah yang kokoh
3.Pokok-pokok isi Al Qur’an
a.
Tentang aqidah
tauhid
b.
Tentang janji
dan ancaman
c.
Tentang hukum
syari’at
Ø Hukum
ibadah
Ø Hukum
muamalah
Ø Hukum
akhlak
d.
Tentang jalan dan cara mencapai kebahagiaan
e.
Tentang kisah-kisah umat masa lalu
4.Fungsi Al Qur’an
a.
Sebagai
mu’jizat terbesar Nabi Muhammad saw.
b.
Sebagai hidayah
bagi manusia
c.
Sebagai pembeda antara yang haq dengan yang bathil
d.
Sebagai obat
e.
Sebagai kabar gembira dan pemberi peringatan
f.
Membenarkan kitab-kitab sebelumnya
g.
Sebagai penutup wahyu-wahyu yang diturunkan sebelumnya
h.
Sebagai cahaya
5.Keistimewaan Al Qur’an
a.
Terjaga
kemurniannya
b.
Tidak
menyulitkan
c.
Gaya bahasanya
indah
d.
Mudah dihafal
e.
Berlaku untuk seluruh golongan jin dan manusia
f.
Berlaku
sepanjang masa
B. Hadits
1.
Pengertian Hadits
Menurut
Bahasa:
a.
Baru
b.
Dekat
c.
Khabar, berita
Menurut
Istilah:
Hadits
adalah segala tingkah laku Nabi Muhammad saw. Baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapannya
dalam suatu masalah
2.
Kedudukan Hadits
Sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur’an
3.
Fungsi Hadits
a.
Sebagai pengokoh hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an
b.
Sebagai penjelasan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih bersifat
umum
c.
Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an
4.
Unsur-unsur Hadits
a.
Sanad
Rangkaian
urutan orang-orang yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan hadits
sampai kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam
b.
Matan
Teks
atau isi hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang lazimnya terletak setelah
sanad
c.
Rawi
Orang
yang meriwayatkan , menyampaikan atau memindahkan hadits kepada orang lain yang
menjadi rangkaian berikutnya.
5.
Macam-macam Hadits
Ditinjau
dari bentuknya
a.
Hadits qauliyah
Yaitu segala ucapan dan perkataan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam
b.
Hadits fi’liyah
Yaitu segala tindakan dan perbuatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam
c.
Hadits taqririyah
Yaitu
persetujuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam terhadap perilaku para shahabat
Ditinjau
dari Jumlah perawinya
a.
Hadits mutawatir
Yaitu
hadits yang dapat ditangkap oleh panca indra, yang disampaikan oleh sejumlah
besar rawi yang mustahil berbuat dusta
Macam-macam hadits mutawatir
Ø Mutawatir Lafzhi
Mutawatir yang susunan redaksinya sama persis
Ø Mutawatir Maknawi
Mutawatir yang susunan redaksi dan perincian mankanya
berbeda namun memiliki makna umum yang sama
Ø Mutawatir ‘Amali
Hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan rasulullah,
yang disaksikan dan ditiru oleh banyak orang tanpa perbedaan
b.
Hadits ahad
Hadits
yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir
Hadits
ahad ditinjau dari jumlah perawinya
Ø Masyhur
Hadits
yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi
atau lebih dan belum mencapai derajat mutawatir
Ø ‘Aziz
Hadits
yang diriwayatkan oleh dua orang rawi dalam satu tingkatan kendati setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi
Ø Gharib
Hadits
yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada
tingkatan maupun sanad
C. Ijtihad
1.
Pengertian Ijtihad
Menurut
Bahasa:
a.
Bersungguh-sungguh
b.
Berusaha keras
Menurut
Istilah:
Ijtihat
adalah mengerahkan segala kemampuan berfikir untuk menentukan hukum atas
sesuatu perkara berdasarkan dalil-dalil syar’i
2.
Kedudukan Ijtihad
Sebagai sumber hukum yang ketiga setelah Al-qur’an dan
Hadits
3.
Fungsi Ijtihad
a.
Menetapkan hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits
b.
Sebagai wadah mencurahan pemikiran kaum muslimin dalam menyelesaikan suatu
permasalahan
- Faktor yang memungkinkan dilakukannya Ijtihad
a.
Bertujuan
menghasilkan hukum syara’
b.
Menyangkut
peristiwa atau hal-hal yang tidak ada
dalilnya yang qath’I atau tanpa
dalil sama sekali
c.
Mujtahid
memenuhi persyaratan untuk melakukan ijtihad
- Syarat-syarat Menjadi Mujtahid
a.
Menguasai bahasa
Arab
b.
Menguasai Al Qur’an beserta ilmu-ilmunya
c.
Menguasai Hadits
beserta ilmu-ilmunya
d.
Menguasai ilmu
Ushul Fiqih
e.
Mengetahui alasan dan hikmah hukum syara’ yang digunakan sebagai dasar
penetapan hokum
- Bentuk-bentuk Ijtihad
a.
Ijma’
Kesepakatan
semua mujtahid muslim pada suatu masa setelah wafatnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian. Seperti haramnya KB dengan menggunakan spiral, fasektomi,
tubektomi dan membatasi kelahiran.
b.
Qiyas
Menyampaikan
suatu hukum dari suatu peristiwa yang tidak memiliki nas hukum dengan peristiwa
yang sudah memiliki nas hukum, sebab sama dalam illat hukumnya. Seperti zakat fitrah dengan beras yang mestinya dengan
gandum karena dikiyaskan dengan makanan pokok
c.
Istihsan
Beralihnya
seorang mujtahid dari qiyas yang jelas kepada qiyas yang samar atau dari umum
kepada pengecualian karena ada dalil yang menghendaki perpindahan itu. Contoh;
menurut qiyas sisa makanan atau minuman dari binatang buas adalah najis,
sedengkan menurut istihsan adalah suci.
d.
Istishab
Tetap
berlakunya hukum yang telah ada karena adanya dalil hingga adanya dalil lain
yang merubahnya.
e.
Maslahah
Mursalah
Penetapan
hukum berdasarkan kemaslahatan atau menolak terjadinya kerusakan atau
keburukan. Contoh ; demi keselamatan dan lancarnya arus lalu
lintas, maka menghendaki adanya rambu-rambu lalulintas
f.
Al ‘Urf
Apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisi baginya
baik ucapan, perbuatan atau pantangan-pantangan. Contoh pelamar (calon suami)
memberikan sesuatu kepada calon istri adalah sebagai tali asih atau hadiah,
bukan sebagai mahar
g.
Syar’u Man
Qablana
Hukum
syara’ yang ditetapkan oleh Allah bagi umat sebelum kita melalui para rasul
mereka dan ditetapkan pula bahwa hukum itu juga untuk kita. Seperti
disyari’atkannya puasa sebagaimana disyari’atkan atas umat-umat terdahulu.
h.
Saddudz Dzara’i
Melarang
perkara-perkara yang lahiriyahnya boleh karena ia membuka jalan dan menjadi
pendorong kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. Seperti main
kartu, karena mendorong perjudian.
i.
Madzhab Shahabi
Fatwa-fatwa
para sahabat mengenai berbagai masalah yang dinyatakan setelah Rasulullah
wafat. Seperti fatwa Umar bin Khathab tentang syahnya talak tiga dalam satu
majlis
j.
Dalalatul
Iqtiran
Dalil-dalil
yang menunjukkan kesaman hukum terhadap sesuatu yang disebutkan bersamaan
dengan sesuatu yang lain. Contoh ; Imam Syafi’I menyamakan hukum umrah dengan
haji, yaitu wajib. Alasannya karena keduanya disebutkan dalam satu ayat.
D
. Hukum Taklifi dan Hukum Wadh’i
Definisi Hukum Taklifi
Hukum
taklifi adalah hukum yang menuntut kepada mukallaf untuk berbuat atau tidak
berbuat atau memilih antara berbuat atau tidak.
Macam-macam hukum taklifi
a. Waji
Yaitu sesuatu yang dituntut oleh syari’ untuk dikerjakan
oleh mukallaf secara pasti.
Pembagian wajib ditinjau dari waktu pelaksanaannya
1) Wajib Muaqqad
Sesuatu yang dituntut syari’ untuk dilakukan secara pasti
dalam waktu tertentu, seperti shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan
2) Wajib Mutlaq
Sesuatu yang dituntut syari’ untuk dilakukan secara pasti
tetapi tidak ditentukan waktu pelaksanaannya, seperti membayar denda karena
melanggar sumpah.
Pembagian wajib ditinjau dari tuntutan menunaikan
1)
Wajib ‘Ain
Sesuatu
yang dituntut syari’ untuk dilakukan oleh masing-masing mukallaf, seperti shalat,
zakat , puasa, haji dll.
2) Wajib Kifayah
Sesuatu
yang dituntut syari’ untuk dilakukan oleh kelompok mukallaf tidak oleh
masing-masing mukallaf, seperti shalat jenazah, membangun rumah sakit, menjadi
dokter, mendirikan pabrik dll.
Pembagian wajib ditinjau dari ukurannya
1)
Wajib Muhaddad
Kewajiban
yang oleh syari’ telah ditentukan ukurannya, seperti shalat lima waktu, zakat ,
hutang piutang dll.
2) Wajib
Ghairu Muhaddad
Kewajiban
yang oleh syari’ tidak ditentukan ukurannya, seperti infaq di jalan Allah,
menolong orang yang kesusahan.
Pembagian wajib ditinjau dari sifatnya
1)
Wajib Mu’ayyan
Sesuatu
yang dituntut syari’ dengan sendirinya, seperti shalat, zakat, harga suatu
pembelian, ongkos sewa,
2)
Wajib Mukhayyar
Memilih
salah satu yang dituntut oleh syari’, seperti denda tebusan bagi yang melanggar
sumpah dengan memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi mereka pakaian,
atau memerdekakan budak.
b. Sunnah
Yaitu
sesuatu yang dituntut oleh syari’ untuk dilakukan oleh mukallaf secara tidak
pasti
Pembagian
sunnah
1)
Sunnah yang tuntutan mengerjakannya secara menguatkan. Bagi yang
meninggalkannya mendapat celaan, seperti berkumur dalam berwudhu, membaca ayat
atau surat setelah membaca Al Fatihah dalam shalat, adzan untuk shalat lima
waktu dengan berjama’ah
2)
Sunnah yang dianjurkan oleh syara’ untuk dikerjakan. Bagi yang
meninggalkannya tidak dicela, seperti puasa senin dan kamis dalam setiap pekan,
3)
Sunnah tambahan, artinya dianggap sebagai pelengkap bagi mukallaf, seperti
makan, minum, tidur dan cara berpakaian menurut sifat yang dilakukan oleh
Rasul.
c. Haram
Yaitu sesuatu ysng dituntut syari’ untuk tidak dikerjakan
0leh mukallaf dengan tuntutan yang pasti
Pembagian
haram
1)
Haram yang
menurut asalnya adalah haram. Artinya bahwa hukum syara’ telah mengharamkan
sejak semula, seperti zina, mencuri,
shalat tanpa bersuci.
2)
Haram karena
sebab lain. Artinya asal mulanya sesuatu yang wajib, sunnah atau boleh akan
tetapi karena bercampur dengan sesuatu yang haram sehingga menjadi haram,
seperti shalat dengan memakai baju ghashab, jual beli yang mengandung unsur
penipuan.
d. Makruh
Yaitu
sesuatu ysng dituntut syari’ untuk tidak dikerjakan oleh mukallaf dengan
tuntutan yang tidak pasti
Pembagian
haram
1)
Makruh tahrim
Yaitu
makruh yang jatuh pada hukum haram karena madharatnya lebih besar dari
manfaatnya., seperti merokok, laki-laki memakai cinci dari emas dan memakai
sutra.
2)
Makruh tanzih
Yaitu makruh yang tidak haram tetapi hendaknya dihindari
karena makna makruh itu sendiri adalah sesuatu yang dibenci, seperti makan
bawang atau petai, berjabat tangan setelah shalat
e. Mubah
Yaitu sesuatu yang oleh syari’ seorang mukallaf
diperintahkan untuk memilih antara melakukannya atau meninggalkannya. Jual
beli, memakai jam tangan, HP, kendaraan bermotor dll.
Definisi Hukum wadh’i
Hukum wadh’i adalah hukum yang ditetapkan
pada sesuatu yang menjadi sebab bagi sesuatu yang lain, atau menjadi syarat
atau menjadi penghalang
Pembagian Hukum Wadh’i
a. Sebab
Yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang dijadikan sebagai
sebab adanya hukum, dan tidak adanya keadaan atau peristiwa itu, menjadikan
tidak adanya hukum.
Contohnya :
Ø Tergelincirnya
matahari menjadi sebab wajibnya shalat dzuhur, dengan demikian jika matahari belum tergelicir, shalat
dzuhur belum wajib .
Ø Transaksi
jual beli menjadikan sebab berpindahnya hak milik dari penjual kepada pembeli.
Ø Melakukan
pejalan jauh , menjadi ebab diperbolehkannya berbuka disiang hari pada bulan
Ramadlan, dengan catatan puasa Ramadlan
yang tidak dikerjakan karena bepergian jauh itu diqadlo( diganti dengan puasa
diluar bulan
b. Syarat
Yaitu sesuatu yang adanya hukum itu tergantung pada
adanya sesuatu itu, dan tidak adanya menjadikan tidak adanya hukum.
Contohnya :
Ø berwudlu
dengan air suci dan menucikan menjadi syarat sahnya wudlu.
Ø menutup aurat
menjadi syarat sahnya shalat.
c. Mani’
(penghalang)
Yaitu sesuatu yang adanya meniadakan hukum atau
membatalkan sebab
Contohnya :
Ø Najis
yang ada pada pakaian orang yang sedang mengerjakan shalat, menjadi penghalang
sahnya shalat (shalatnya dianggap batal).
d. Adzimmah
Yaitu hukum-hukum yang telah disyari’atkan Allah secara
umum sejak semula yang tidak terbatas pada keadaan tertentu dan pada mukallaf
tertentu
Contohnya :
Ø Kewajiban
shalat lima waktu
Ø Haramnya makan bangkai , darah dan daging babi.
e. Ruhshah
Yaitu keringanan hukum yang telah disyari’atkan Allah
atas mukallaf dalam keadaan tertentu yang sesuai dengan keringanan tersebut.
Contohnya
:
Ø Bagi
orang yang dalam perjalan jauh diberi keringanan untuk mengerjakan shalat
Dzuhur diwaktu Ashar dan shalat Maghrib diwaktu Isa’
Ø
f. Sah
Berbuatan mukallaf
yang dilakukan sesuai dengan tuntutan syari’. Yakni telah terpenuhinya
rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
g. Batal
Berbuatan mukallaf
yang tidak dilakukan sesuai dengan tuntutan syari’
Yakni adanya cacat
dalam rukun atau syaratnya.
Post a Comment