Manusia adalah makhluk
Allah yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk lain, bahkan dengan malaikat
sekalipun. Kemuliaan manusia nampak ketika Allah SWT berkehendak menciptakan
Adam sebagai Khalifah-Nya di muka bumi dengan misi beribadah kepada-Nya.
Kehendak Allah tersebut berdasarkan perencanaan yang sangat matang, sehingga
ketika para malaikat mempertanyakan rencana Allah tersebut, Allah menjawabnya:
www.adzikr.com
“Sungguh Aku mengetahui
apa yang kalian tidak ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2) :
30)
Namun kemuliaan itu
sangat erat kaitannya dengan komitmen manusia itu sendiri dengan menjaga perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Allah, dengan sesama
manusia, maupun dengan makhluk Allah
yang lain. Karena itu agar kemuliaan tetap terjaga, manusia harus tetap berperilaku
yang baik (terpuji) atau ber akhlaqul karimah. Sebagaimana Nabi bersabda
اكمل المؤمنين احسنهم خلقا ﴿رواه
الترمذى﴾
Artinya: “Orang-orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Tirmidzi)
Akhlakul karimah atau akhlaq terpuji adalah perilaku atau perbuatan baik
yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hubungannya dengan sang
khaliq (Allah SWT), dengan sesama manusia dan dengan makhluk Allah yang
lainnya. Dan diantara akhlak yang terpuji adalah :
1. Husnuzzan kepada Allah SWT
2. Husnuzzan terhadap diri sendiri
3. Husnuzzan kepada sesama manusia
1.
HUSNUZZAN KEPADA ALLAH
a.
Pengertian
Husnuzzan kepada Allah
Husnuzzan artinya berprasangka baik atau biasa disebut positive thingking Husnuzzan kepada
Allah artinya berprasangka baik kepada Allah SWT. yaitu selalu meyakini bahwa
apa saja yang Allah berikan kepada manusia baik yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan, pasti bermanfaat bagi menusia itu sendiri, Sebagaimana Firman-Nya
Artinya : “ .... Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka.” (QS. Ali Imran ; 191)
Dan mengakui bahwa apa saja yang baik itu datangnya dari
Allah, sedangkan yang buruk adalah dari diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan
apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri ... “
(QS.An-Nisa ; 79)
Lawan dari husnuzzan adalah su’uzzan biasa disebut dengan
negative thingking artinya
berprasangka buruk. Su’uzzan kepada Allah berarti berprasangka buruk kepada
Allah SWT, yaitu menganggap bahwa sumber segala bencana atau melapataka adalah
Allah, dan manusia yang bersifat seperti ini tidak akan pernak mensyukuri
nikmat Allah apapun bentuknya, sehingga tidak akan bisa hidup qana’ah.
Husnuzzan kepada Allah SWT merupakan salah satu dari
beberap macam keyakinan. Hal tersebut menurut keadaan manusia yang mengamalkan
terbagi menjadi dua golongan, yaitu yang bersifat khusus dan yang bersifat
umum. Yang termasuk khusus adalah golongan para ulama, orang-orang yang taat
dan dekat kepada Allah SWT. Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah SWT
telah melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada manusia dan dan makhluk lain dimuka bumi ini. Mreka telah merasakan
kenikmatan dari sifat rahman ddan rahimnya Allah SWT, ia mlihat semuanya adalah
anugerah dari Allah SWT juga., berprasangka baik (berhusnuzhan) ekpada Allah.
Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang menimpanya, seumpama musibah
merenggut harta benda dan nyawa diri dan keluarganya. Ia menerima dengan syukur
dan penuh harapan kepada Allah, bahkan mengharap ridha Allah atas kejadian dan
peristiwa tersebut.
Husnuzhan orang wam kepada Allah SWT, karena mereka telah
erasakan dan menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka
timbullah ras syukur dan terima kasih yang tak terhingga kapada Allah dengan
diikuti kedekatan dan ketakwaan dalam ibadah dan amal.
Berprasangka baik kepada Allah merupakan salah satu dasar
utama manusia membangun hubungan dengan Allah SWT. Karena Allah SWT terhadap
hambanya seperti yang hambanya sangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba
berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang
tersebut, jika baik prasangka hamba kepada-Nya maka baik pulalah prasangka
Allah kepada orang tersebut. Sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh bukhari mempertegas hal ini,
Artinya : Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala
berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila
ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya
dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik
dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat
kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat
kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang
kepadanya dengan berlari-lari kecil“. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Orang yang berbaik sangka kepada Allah tentu meiliki akhlak yang baik
(sifat terpuji) karena selalu merasa dimana saja berada diawasi oleh Allah SWT..
Akhlak yang baik merupakan modal yang lebih berharga dibanding dengan modal
harta kekayaan. Selain itu akhlak yang baik dapat meninggikan derajat dan
martabat di hadapan manusia, sekaligus menyempurnakan iman kepada Allah SWT dan
mendekatkan hubungan kita kepada-Nya.
Rasulullah SAW
dalam sebuah haditsnya mengingatkan kepada kita:
اكمل المؤمنين احسنهم خلقا ﴿رواه
الترمذى﴾
Artinya: “Orang-orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Tirmidzi)
Dengan demikian husnuzzan kepada Allah SWT dapat tumbuh dan berkembang pada
diri seseorang apabila dilandasi oleh aqidah atau keyakinan yang kuiat.
Diantara sikap yang harus diwujudkan sebagai dasar dalam berhusnuzzhan kepada
Allah adalah seperti berikut :
1). Meyakini bahwa allah itu Maha Esa ( Tauhid
) 2). Bertakwa kepada Allah SWT
3). Beribadah dan berdoa kepada
Allah
4). Berserah diri kepada Allah (tawakal)
5). Menerima dengan ihlas semua
keputusan Allah
b.
Contoh-contoh
perilaku husnuzzan kepada Allah SWT.
Diantara sikap perilaku terpuji yang dilaksanakan oleh orang yang berbaik
sangka kepada Allah ialah syukur dan sabar.
1). Syukur
Kata syukur berasal dari bahasa Arab, yang artinya terima
kasih. Menurut istilah, syukur ialah berterima kasih kepada Allah SWT dan
pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan
perbuatan.
Dengan kata lain syukur berarti mempergunakan nikmat
Allah menurut yang dikehendaki oleh Allah, dan dalam istilah populernya
dinamakan syukur nikmat. Sedangkan mempergunakan nikmat Allah tidak pada
tempatnya ; unpama mata untuk melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah atau
yang haram, mulut untuk berbicara yang kotor, memperoleh rizki untuk berbuat
kemaksiatan, bukan dinamakan syukur, tetapi kufur nukmat.
Syukur seorang hamba kepada Allah adalah dengan memuji
dan menyebut serta mempergunakan nikmat itu. Kebaikan sesuai dengan maksud
Allah memberikan nikmat itu. Kebaikan seorang hamba kepada Tuhannya ialah
ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Tuhannya. Sedangkan kebaikan Tuhan
terhadap hamba-Nya ialah memberi nikmat itu dan memberikan taufik-Nya. Karena
itu dapat dikatakan bahwa syukur hamba yang sebenarnya ialah menuturkan dengan
lidahnya, mengakui dengn hatinya akan nikmat Tuhannya, dan mempergunakan nikmat
itu sesuai yang dikehendaki Tuhannya.
Dalam Al-Quran Allah
SWT. menegaskan bahwa apabila manusia mensyukuri nikmat-Nya, maka Ia akan
menambah nikmat itu, dan apabila manusia tidak berterima kasih atas nikmat-Nya,
Allah akan mengurangi atau mencabut nikmat itu dari manusia sebagai hukuman
kekufurannya. Sebagaimana firma-Nya :
Artinys : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih” ( QS. Ibrahim ; 7 )
Pada umunya manusia itu
lalai dan tidak manyadari nilai nikmat yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya, dan apabila nikmat itu telah dicabut oleh Allah dari padanya, maka
barulah ia merasakan serta menyadarinya. Seperti nikmat kesehatan, sehat
jasmani dan sehat rohani, dll dalam hidup dan kehidupannya. Allah berfirman :
Artinya : “Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml ; 40 )
Cara bersyukur kepad Allah SWT ialah dengan menggunakan
segala nikmat karunia Allah SWT utnuk hal-hal yang diridai-Nya yaitu :
1). Bersyukur
dengan hati, ialah mengakui dan menyadari bahwa segala nikmat yang diperoleh
manusia, merupakan karunia Allah SWT semata.
2). Bersyukur
dengan lidah, ialah mengucapkan Alhamdulillah, atau dengan kalimat zikir yang
lain
3). Bersyukur
dengan amal perbuatan, ialah melaksanakan shalat, beribadah haji, berbakti
kepada kedua orang tua.
4). Bersyukur dengan harta benda,
ialah membelanjakan hartanya di jalan Allah
2). Sabar
Sabar (ash shabr) dapat
diartikan dengan “menahan” (al habs). Dari sini sabar dimaknai sebagai upaya
menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencapai
rida Allah.
Perhatikan firman Allah
berikut ini :
Artinya : “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan
kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), ( QS.
Ar-Ra’d ; 22 )
Untuk mengetahui sampai dimana kadar iman seseorang kepada Allah SWT, maka
Allah SWT selalu menguji, dan manusia tidak akan lepas dari segala ujian yang
menimpanya, baik musibah yang berhubungan dengan pribadi, maupun yang menimpa
pada sekelompok manusia atau bangsa. Terhadap semua ujian itu, maka hanya
sabarlah yang memancarkan sinar dan memelihara seorang muslim dari jatuh kepada
kebinasaan, memberikan hidayah dan menjaga dari putus asa..
Sabar adalah poros sekaligus asas segala macam kemuliaan akhlak. Muhammad
Al Khudhairi mengungkapkan bahwa saat kita menelusuri kebaikan serta keutamaan,
maka kita akan menemukan bahwa sabar selalu menjadi asas dan landasannya.
·
‘Iffah [menjaga kesucian diri] misalnya,
adalah bentuk kesabaran dalam menahan diri dari memperturutkan syahwat.
·
Syukur adalah bentuk kesabaran
untuk tidak mengingkari nikmat yang telah Allah karuniakan.
·
Qana’ah [merasa cukup dengan
apa yang ada] adalah sabar dengan menahan diri dari angan-angan dan
keserakahan.
·
Hilm [lemah-lembut] adalah kesabaran
dalam menahan dan mengendalikan amarah.
·
Pemaaf adalah sabar untuk tidak membalas dendam. Demikian pula
akhlak-akhlak mulia lainnya. Semuanya saling berkaitan. Faktor-faktor pengukuh
agama semuanya bersumbu pada kesabaran, hanya nama dan jenisnya saja yang
berbeda.
Melatih kesabaran bisa melalui beberapa cara, antara lain:
·
Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dengan memperbanyak ibadah; salat,
puasa, terutama membaca ayat-ayat suci Alquran. Memperbanyak membaca Alquran
bisa meredam nafsu marah/emosi. (Ingat kisah masuk Islamnya Umar bin Khatob
karena lantunan bacaan ayat suci Alquran oleh saudara perempuannya)
·
Menghindari kebiasaan-kebiasaan yang dilarang agama; bersikap kasar,
menyebar fitnah, dan perbuatan-perbuatan mungkar lainnya seperti minum-minuman
keras, berjudi, dan lain-lain.
·
Memilih lingkungan pergaulan. Memilih bergaul dengan orang-orang yang
mempunyai akhlak yang baik, sabar dan senantiasa beribadah kepada Allah tentu
akan lebih memberikan peluang besar untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan baik
mereka dibanding bergaul dengan orang-orang yang mempunyai sifat-sifat
sebaliknya
c. Cara mewujudkan Husnuzzan
kepada Allah
Husnuzzan
kepadaAllah Swt. dapat diwujdkan dengan bersikap dan berperilaku sebagai
berikut :
·
Bila kita
melakukan sesuatu bersikap optimis, artinya usaha positif yang sedang
dilakukannya dengan cara tawakal kepada Allah akan memperoleh pertolongan Allah
sehingga berhasil.
·
Berdoa kepada
Allah atas pengampunan dosa-dosanya, arinya seorang muslim yang telah berbuat
salah tidak berputus asa akan tetapi memohon langsung pengampunan kesalahan
kepada Allah SWT.
·
Berserah diri
kepada Allah SWT (tawakal)
·
Tidak berkeluh
kesah apalagi berputus asa apabila mendapat musibah, artinya jika telah
mendapat musibah, maka kita bersikap menyadari bahwa musibah itu merupakan
ujian dari Allah SWT
·
Bertakwa Kepada
Allah SWT.
Post a Comment